وَالْعَصْرِۙ ١ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ ٢ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ ٣
Demi masa (1) Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian (2), kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran (3).
Surah Al-Ashr merupakan salah satu surah yang pendek. Surah ini terdiri hanya tiga ayat, surah yang sama juga adalah Surah An-Nashr dan Surah Al-Kautsar. Akan tetapi walaupun hanya tiga ayat, kandungan surah Al-Ashr begitu banyak. Berikut kandungan surah Al-Ashr yang ditulis para mufassir serta komentar para ulama.
Tafsir Mufrodat
وَالْعَصْرِۙ ١ = Demi masa/waktu. Pada ayat yang pertama Allah SWT bersumpah kepada makhluk-Nya sendiri yaitu waktu. Dalam ilmu Nahwu , ada tiga huruf dalam Al-Qur’an yang menunjukkan kepada sumpah. Huruf-huruf tersebut disebut dengan Harf Qasam / huruf – huruf qasam/sumpah. Ketiga huruf tersebut adalah و, ب, ت (wawu, ba, dan tha). Dari ketiga huruf tersebut, para pakar bahasa menyimpulkan bahwa hanya dua huruf saja yang digunakan Allah SWT ketika bersumpah dengan makhluk-Nya, yaitu huruf Wawu dan Ba. Adapun huruf Ta dikhususkan hanya untuk Allah SWT saja. Di dalam Al-Qur’an huruf wawu lebih mudah ditemukan, misalnya saja beberapa awal surah di juz 30 seperti surah Ad-Dluha, surah As-Samsy, surah Al-Fajr dan surah – surah yang lainnya. Adapun menggunakan huruf Ba , seperti surah At-Takwir ayat 15 dan Al-Balad ayat 1.
فَلَآ اُقْسِمُ بِالْخُنَّسِۙ ١٥
Aku bersumpah demi bintang-bintang (QS. At-Takwir ayat 15)
لَآ اُقْسِمُ بِهٰذَا الْبَلَدِۙ ١
Aku bersumpah demi negeri ini (Makkah), (Al-Balad ayat 1).
Sedangkan menggunakan huruf ta ditemukan di surah Yusuf ayat 73
قَالُوْا تَاللّٰهِ لَقَدْ عَلِمْتُمْ مَّا جِئْنَا لِنُفْسِدَ فِى الْاَرْضِ وَمَا كُنَّا سٰرِقِيْنَ ٧٣
Mereka (saudara-saudara Yusuf) menjawab, “Demi Allah, sungguh kamu mengetahui bahwa kami datang bukan untuk berbuat kerusakan di negeri ini dan kami bukanlah para pencuri.” (QS. Yusuf ayat 73)
Lalu di ayat yang kedua,
اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ ٢
Penulis menitikberatkan kepada lafaz Insan yang bermakna manusia. Dalam Al-Qur’an, setidaknya ada lima bentuk lafaz yang bermakna manusia. Kelima lafaz tersebut adalah Ins, Insan, Basyar, Nass, dan Anam.
Ins
Lafaz Ins disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 18 kali yang tersebar dalam 9 surat. Secara bahasa ins bermakna tidak biadab, jinak, tersembunyi, bersahabat dan menyenangkan. Secara garis besar lafaz ins menunjukkan makhluk yang selalu memunculkan sifat – sifat yang positif. Selain itu, lafaz ins juga bermakna bersahabat, bergandengan dalam arti makhluk tersebut mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Allah SWT menggunakan lafaz ins karena memang manusia diciptakan untuk itu, agar selalu saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Contoh lafaz ins yangdisebutkan dalam Al-Qur’an adalah surah Az-Zariyat ayat 56
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ٥٦
Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. (QS. Az-Zariyat ayat 56).
Insan
Lafaz insan berasal dari akar kata yang sama dengan ins. Walaupun berasal dari akar kata yang sama, lafaz insan menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi untuk melakukan dua hal. Dua hal tersebut adalah hal yang positif/baik dan hal yang negatif/buruk. Selain itu lafaz insan juga menunjukkan bahwa dalam tubuh manusia ada jasmani dan rohani. Dari lafaz insan ini, seorang manusia bisa memiliki dua potensi. Pertama menjadi sosok manusia yang mulia, baik akhlak dan tinggi kedudukannya. Sehingga manusia tersebut bisa menjadi makhluk yang agung dibanding makhluk yang lain. Para ulama sepakat dia adalah sosok insan kamil yakni nabi Muhammad SAW lalu diikuti oleh para nabi, orang shadiq, syuhada, dan orang yang saleh. Sedangkan potensi yang kedua adalah menjadi sosok manusia yang rendah, bahkan Allah SWT menyebutkan menjadi sosok makhluk yang lebih rendah daripada binatang ternak. Allah SWT berfirman
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ ١٧٩
Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan banyak dari kalangan jin dan manusia untuk (masuk neraka) Jahanam (karena kesesatan mereka). Mereka memiliki hati yang tidak mereka pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan memiliki mata yang tidak mereka pergunakan untuk melihat (ayat-ayat Allah), serta memiliki telinga yang tidak mereka pergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah. (QS. Al-A’raf ayat 179).
Manusia dalam bentuk lafaz insan ini, banyak ditemukan dalam Al-Qur’an. Bahkan ada satu surah yang membahas manusia menggunakan lafaz insan, yaitu surah Al-Insan di juz 29.
An-Naas
Lafaz yang selanjutnya adalah lafaz an-Naas. Allah SWT menyebutkan manusia dengan lafaz ini, menunjukkan bahwa manusia itu spesies yang universal. Artinya adalah manusia secara umum, baik itu orang yang beriman atau belum, berkulit putih atau hitam, laki-laki atau perempuan, orang baik atau orang jahat, artinya semua manusia. Lafaz an-Naas ini juga, menggambarkan bahwa manusia itu memiliki karakter yang dinamis tidak statis. Maksudnya adalah karena manusia itu diberi anugerah akal, maka potensi yang dimiliki manusia bersifat dinamis yakni berkembang. Mulai dari zaman batu misalnya, manusia berkembang mulai dari cara makan, dari yang awalnya hanya satu jenis sekarang menjadi sangat beragam.
Contoh lain yang paling mudah, dalam bidang komunikasi. Dari zaman dulu, sebelum ada smartphone manusia hanya bisa berkomunikasi secara natural, harus ketemu kedua belah pihak. Setelah mengalami perkembangan zaman, manusia akhirnya bisa menciptakan alat komunikasi yang canggih, tapi harus pakai kabel. Singkat cerita, manusia akhirnya bisa mencapai pada titik di mana berkomunikasi bisa terhubung antar negara di waktu yang sama. Berbeda dengan makhluk yang lain (selain manusia), dari awal penciptaan sampai sekarang hanya itu saja. Misalnya singa, sebagai binatang buas singa makan daging. Dari awal penciptaan singa sampai hari kiamat, cara makannya hanya itu saja. Singa tidak punya ide untuk membakar daging, memasaknya dengan cara dijadikan sop dan lain sebagainya.
Dari contoh di atas, jelas bahwa manusia diberkahi akal oleh Allah SWT maka manusia / An-Naas bersifat dinamis/bergerak/berkembang, tidak statis/diam.
Basyar
Istilah basyar mempunyai arti anggota tubuh yang tampak adalah kulitnya. Hal itu berbeda dengan hewan yang tampak adalah bulunya, dan tumbuhan yang tampak adalah daun atau bunganya. Dari lafaz basyar ada ragam kata lain, misalnya busyra/bisyarah yang berarti gembira, berita gembira. Hal itu menunjukkan bahwa ketika mendapat berita gembira, seorang manusia akan mengalirkan darah ke seluruh tubuh atau kulit, sehingga mengakibatkan perubahan pada raut wajahnya. Kata lain adalah mubasyarah yang berarti hubungan suami istri, dengan makna persentuhan kulit antara suami dan istri. Lafaz basyar ini juga menunjukkan bahwa manusia dengan manusia yang lain adalah sama. Seorang nabi dengan manusia biasa mempunyai fisik yang sama, dia punya jantung, otak, hati, serta anggota tubuh yang lain. Selain itu, Allah SWT menggunakan lafaz basyar ingin menunjukkan bahwa antara manusia biasa dengan para nabi adalah sama. Sama-sama mempunyai tangan, kaki, perasaan takut, gembira, sakit dan meninggal. Artinya adalah manusia biasa pun bisa mencapai kesalehan pada tingkat maksimal, jangan sampai mengeluh hanya karena tidak menjadi manusia yang spesial. Tentunya tingkat saleh seseorang itu sesuai dengan kemampuan masing-masing. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا وَاَنْفِقُوْا خَيْرًا لِّاَنْفُسِكُمْۗ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ١٦
Bertakwalah kamu kepada Allah sekuat kemampuanmu! Dengarkanlah, taatlah, dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu! Siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. At-Thagobun ayat 16)
Jadi, Allah SWT menggunakan lafaz ini kepada manusia ingin menunjukkan tidak ada perbedaan antara manusia biasa dengan para nabi. Perbedaan antara manusia dengan para nabi adalah wahyu, para nabi diberi wahyu sedangkan manusia biasa tidak diberi.
وَالنَّجْمِ اِذَا هَوٰىۙ ١ مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوٰىۚ ٢ وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوٰى ٣ اِنْ هُوَ اِلَّا وَحْيٌ يُّوْحٰىۙ ٤
Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Nabi Muhammad) tidak sesat, tidak keliru, dan tidak pula berucap (tentang Al-Qur’an dan penjelasannya) berdasarkan hawa nafsu(-nya) Ia (Al-Qur’an itu) tidak lain, kecuali wahyu yang disampaikan (kepadanya). (QS. An-Najm 1-4).
قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ ١١٠
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya hendaklah melakukan amal saleh dan tidak menjadikan apa dan siapa pun sebagai sekutu dalam beribadah kepada Tuhannya. (QS. Al-Kahf ayat 110).
Anam
Lafaz anam adalah lafaz yang ditunjukkan kepada manusia secara umum. Selain itu, menurut pakar bahasa, lafaz anam sebetulnya ditunjukkan kepada semua makhluk ciptaan-Nya. Lafaz ini hanya disebutkan satu kali dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam surah Ar-Rahman ayat 10
وَالْاَرْضَ وَضَعَهَا لِلْاَنَامِۙ ١٠
Bumi telah Dia bentangkan untuk makhluk(-Nya).
Tafsir Ijmali
Setelah menjelaskan lafaz secara mufrodat, penulis akan mencoba menghidangkan paparan dari para ulama tafsir (mufassir).
Ka’ab berkata : (semua manusia pasti rugi) yakni semua anak adam dan keturunannya. Sedangkan menurut Abu Najih, (rugi) maknanya adalah sesat, tetapi ada pengecualian di ayat yang selanjutnya. (Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh) maksudnya siapa saja yang beriman, (mengerjakan/menasihati kepada haq/kebenaran) maksudnya membenarkan Allah SWT sebagai Tuhan dan beriman kepada-Nya, (dan mengerjakan/menasihati kesabaran) maksudnya mengerjakan kewajiban-kewajiban Allah SWT. (Tafsir Mujahid/747).
Surah Al-Ashr diturunkan kepada Abu Lahab nama aslinya Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, (sesungguhnya manusia pasti rugi) maksudnya rugi karena tersesat selama-lamanya sampai dimasukkan ke dalam api neraka, tapi dikecualikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, menasihati kebenaran dan kesabaran. Mereka itulah orang-orang yang tidak akan rugi untuk selama-lamanya sampai mereka dimasukkan ke dalam surga. (Tafsir Maqatil bin Sulaiman 4/829).
(Demi masa/waktu) yaitu waktu yang ditetapkan bagi anak cucu Adam, yang mempunyai potensi untuk mengerjakan kebaikan dan kejahatan. (Sesungguhnya manusia dalam keadaan rugi) yaitu dalam keadaan rugi dan hancur. (Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh) yaitu seorang manusia yang ada keimanan dalam hati mereka, dan mengerjakan semua yang diperintahkan, (menasihati kepada haq/kebanaran) yaitu mereka yang selalu dalam ketaatan, serta menjauhi segala yang dilarang, (menasihati dalam kesabaran) adalah siapa saja yang menegakkan amar ma’ruf nahyi munkar (Tafsir Ibnu Katsir 8/480). Imam As-Syafi’i berkata : Kalaulah Allah SWT tidak menurunkan ayat Al-Qur’an kecuali surah ini, maka itu sudah cukup bagi manusia. (Tafsir Imam Syafi’i 3/1461).
Tiga prinsip yang haru ada dalam diri seorang muslim
- Beriman kepada Allah SWT
Beriman kepada Allah SWT bagi seorang muslim adalah hal yang mutlak, tidak bisa diganggugugat tidak bisa dikecualikan dan tidak bisa diabaikan. Beriman kepada Allah SWT merupakan tolak ukur ketakwaan kepada rabb/Tuhan-Nya, seberapa serius dia beriman kepada Allah SWT, apakah hanya dilisan saja atau sampai kepada hati. Beriman kepada Allah SWT merupakan satu paket beriman/percaya kepada Rasulullah SAW , tidak bisa dipisahkan. Jika hanya beriman kepada Allah SWT saja tanpa diiringi dengan percaya kepada Muhammad SAW maka keimanan tersebut seperti orang-orang Yahudi, beriman kepada Allah SWT lalu diiringi dengan beriman kepada selain Allah SWT maka keimanan tersebut seperti orang-orang Nashrani.
Hak seorang manusia adalah diberi semua kebutuhan dalam hidupnya, tidak ada yang bisa mencukupi kebutuhan manusia kecuali hanya Allah SWT saja. Maka sebagai bentuk terima kasih, sebagai bentuk penghormatan, seharusnya semua manusia itu beriman kepada Allah SWT saja. Tidak boleh mencampur satu keyakinan dalam hati, ia harus mantap pada satu keyakinan, yaitu kepada Allah SWT saja. Selain itu, beriman kepada Allah SWT juga ibarat seseorang yang akan masuk ke sekolah, sebelum belajar secara formal ia harus mendaftar dulu, sebagai bentuk kelayakan seorang pelajar. Selain itu, dalam diri seorang pelajar juga harus tunduk dan patuh kepada semua aturan yang ada di sekolah. Sama halnya dengan seorang muslim, ia tidak boleh menduakan Allah SWT, atau melakukan pelanggaran yang membuat Allah SWT murka.
Di dalam Al-Qur’an dan hadis nabi Muhammad SAW banyak sekali yang membahas keimanan, karena keimanan adalah fondasi dalam diri seorang muslim, tidak heran jika hampir ¼ ayat Al-Qur’an dan hadis semuanya tentang keimanan.
- Amal saleh
Prinsip yang kedua yang harus ada dalam diri seorang muslim adalah amal saleh. Melakukan amal saleh merupakan bukti keimanan, apalah arti dari namanya keimanan dalam dada jika tidak melakukan amal saleh. Jika keimanan diibaratkan dengan seorang pelajar yang mendaftar, maka melakukan amal saleh adalah belajarnya.
Seorang anak disebut sebagai pelajar manakala dia datang ke sekolah lalu dia belajar dengan tekun, setiap mata pelajaran dia belajar dengan serius, ketika guru menjelaskan materi dia tekun dan memperhatikan dengan serius, itulah jati diri seorang pelajar. Lain halnya dengan seseorang yang mengaku sebagai seorang pelajar, tapi dia selalu bolos, dia hanya pamit dari rumah lalu belok ke warung terdekat hingga habis waktu belajar, dia selalu melawan kepada guru, selalu menentang terhadap aturan sekolah yang dia tidak suka, esensi seorang pelajar yang ia punya adalah kosong. Itu adalah seorang pelajar palsu, atau bisa juga sebagai seorang pelajar siluman, hanya datang pada saat ujian saja.
Begitu pula dengan seorang muslim, ia harus membuktikan bahwa dia itu punya keimanan dalam dada dirinya, dengan cara melakukan kebajikan sehingga menghasilkan amal saleh. Perbuatan yang dia lakukan, baik yang wajib, atau yang sunnah merupakan pembuktian seorang hamba yang taat kepada Tuhan-Nya/Allah SWT. Sebagaimana telah disinggung, kalau keimanan ibarat seorang pelajar yang mendaftar ke sekolah dan amal saleh ibarat seorang pelajar yang sedang belajar. Lalu, bagaimana dengan orang yang melakukan amal saleh tapi dia tidak mempunyai keimanan?
Pertanyaan tersebut telah ditanya langsung, oleh istri beliau Aisyah ra kepada baginda nabi Muhammad SAW. Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah SAW, bagaimana dengan si fulan, dia adalah orang yang dermawan, apakah amal salehnya diterima? Rasulullah SAW menjawab sambil menggelengkan kepalanya, pertanda bahwa amal saleh yang dilakukan oleh orang yang tidak beriman kepada Allah SWT pasti tertolak. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 62
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالنَّصٰرٰى وَالصَّابِــِٕيْنَ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ ٦٢
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabiin,) siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari Akhir serta melakukan kebajikan (pasti) mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati.
Dari ayat di atas sudah jelas ada lafaz man amana/siapa saja yang beriman, artinya adalah, bagi orang yang tidak beriman, beriman tapi mempercayai Tuhan yang lain, atau beriman kepada Allah SWT tapi tidak beriman kepada nabi Muhammad SAW maka amal saleh yang ia lakukan akan sia-sia belaka.
- Menasihati Kebenaran/Haq dan Kesabaran
Prinsip yang terakhir, yang bisa diambil oleh seorang muslim dari surah Al-Ashr adalah saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Para ulama sudah menjelaskan, perihal masalah menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, pendapat yang lebih banyak diambil oleh para mufassir adalah orang yang selalu menjaga ketaatan kepada Allah SWT , ia juga selalu menyeru kepada kebaikan dan menjauhi kemungkaran.
Selain itu, menasihati dalam kebenaran dan kesabaran juga bisa dilihat dari sudut mana saja, misalnya dalam bidang seorang pendidik, ketika ada dana dari atasan maka ia tidak boleh mengurangi, ketika tahu bahwa ada teman yang seperti itu, maka langsung diingatkan. Sebagai seorang pelajar juga demikian, ia harus jujur dalam belajar, ketika ujian ia tidak boleh menyontek, dan lain-lain. Sebagai seorang pebisnis juga demikian, ia harus melakukan bisnis sesuai syariat Islam, jangan hanya karena untung lebih banyak, syariat pun dilanggar begitu saja. Sama halnya ketika tahu bahwa ada teman yang bisnis dengan cara kotor, maka diingatkan dengan surah Al-Muthafifin, semua kejadian itu merupakan salah satu bentuk menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Kesimpulan
- Sebagai bagian dari makhluk yang bernama manusia (Anam), ia sejatinya harus bersosialisasi, karena itu merupakan fitrah dari seorang manusia. Sudah menjadi hal yang biasa ketika manusia membutuhkan manusia yang lain, hal yang sama sedang dicontohkan oleh Allah SWT dengan ragamnya lafaz manusia untuk menunjukkan bahwa manusia (Naas) itu tidak bisa hidup sendirian. Dengan berinteraksinya manusia dengan manusia lain, maka akan menciptakan sebuah inovasi yang tentunya bermanfaat juga bagi manusia (Insan), sebagai manusia yang beriman maka kita dididik untuk menjadi seorang muslim yang baik, tunduk dan patuh (ins). Dan yang terakhir, Allah SWT mengajarkan kita sebagai manusia yang diberi akal, untuk tidak melakukan rasisme, apa yang telah Allah SWT ciptakan semuanya baik, hati kita saja yang sempit. Laki-laki perempuan, besar keci, hitam putih, semuanya sama (basyar) dimata Allah SWT, yang membedakan adalah sejauh mana ketakwaan kita kepada Allah SWT.
- Di dalam Al-Qur’an, sering kali Allah SWT bersumpah kepada makhluk-Nya, hal ini dimaksudkan bahwa ada pesan yang amat penting di dalamnya. Sebut saja di surah Al-Ashr ini, Allah SWT bersumpah dengan waktu. Ternyata waktu dari sejak turunnya Al-Qur’an sampai sekarang semakin berkurang, semakin dekat dengan hari kiamat. Maka di ayat yang selanjutnya, Allah SWT menegaskan untuk lebih semangat lagi dalam melakukan ketaatan, beramal saleh dan saling mengingatkan dalam kebenaran atau kesabaran.
- Ada salah satu kebiasaan unik, yang dilakukan oleh para sahabat. Mereka (para sahabat) ketika akan berpisah dengan saudaranya, sambil menggenggam tangan saudaranya dibacakan surah ini dari awal sampai selesai. Hal itu dimaksudkan, membacakan ayat Al-Qur’an sekaligus mengamalkan isinya, yaitu saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
